SOKOGURU, Jakarta- Indonesia mengalami deflasi 0,48% secara bulanan (m t m) pada Februari 2025 atau terjadi penurunan indeks harga konsumen IHK dari 105, 99 pada Januari menjadi 105,48 pada 2025. Secara tahunan (yoy) juga terjadi deflasi sebesar 0,09% . Dan secara tahun kalender juga mengalami deflasi sebesar 1,24%.
Demikian disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti, dalam laporan BPS yang disiarkan secara langsung lewat kanal YouTube, Senin (3/3).
Menurutnya, deflasi tahunan yang tercatat sebesar 0,09% merupakan yang pertama kali terjadi sejak deflasi tahunan terakhir tercatat pada Maret 2000.
Baca juga: BPS: Inflasi Januari 2025 Naik Jadi 0,76%, dan Deflasi 0,76%
Di awal pemaparannya, Amalia menunjukkan sejumlah peristiwa yang menyebabkan terjadinya deflasi yakni adanya diskon listrik dari PLN sebesar 50% bagi pelanggan rumah tangga selama dua bulan (Januari-Februari) untuk 450 VA hingga 2.200 VA.
Kemudian peningkatan produksi cabai merah dan rawit, harga jagung di tingkat peternak mengalami penurunan dibandingkan Januari, penyesuaian tarif PDAM, kenaikan harga BBM nonsubsidi, dan penetapan HPP harga gabah kering panen menjadi Rp6500.
“Terakhir menurut catatan BPS, deflasi secara tahunan pernah terjadi pada Maret 2000, di mana pada saat itu deflasi sebesar 1,10%, di mana deflasi itu disumbang didominasi oleh kelompok bahan makanan,” katanya.
Baca juga: BPS: Produksi Padi Januari−Maret 2025 akan Naik 52,40%, Setelah Alami Penurunan di 2024
Ia menuturkan bahwa komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 9,02% yoy, sehingga memberikan andil atau kontribusi terhadap nilai deflasi tahunan sebesar 1,77%.
Sedangkan dua komponen lainnya, yakni komponen inti dan komponen bergejolak (volatile), masih mengalami inflasi secara tahunan.
Amalia menyatakan bahwa komponen inti masih mengalami inflasi sebesar 2,48% yoy, sehingga walaupun secara keseluruhan ekonomi Indonesia mengalami deflasi, tapi daya beli masyarakat masih relatif terjaga.
Biasanya, sambungnya, daya beli itu dikaitkannya dengan komponen inti. Komponen inti ini memberikan andil inflasi terbesar dengan andil (kontribusi) terhadap (nilai) inflasi (tahunan) sebesar 1,58%.
Baca juga: BPS: Inflasi November 1,55%, Kenaikan Terjadi pada Kelompok Makanan, Minuman, Pakaian
Ia mengatakan bahwa sejumlah komoditas pangan dan tembakau juga masih mengalami inflasi secara tahunan, seperti cabai rawit, bawang putih, kangkung, bawang merah, ikan segar, minyak goreng, kopi bubuk, sigaret kretek tangan (SKT), dan sigaret kretek mesin (SKM), sehingga menyebabkan inflasi pada komponen harga bergejolak.
“Komponen harga bergejolak mengalami inflasi (tahunan) sebesar 0,56% (yoy) dengan andil (kontribusi terhadap nilai) inflasi (tahunan) hanya sebesar 0,10%,” tuturnya.
Amalia menyampaikan bahwa pada Februari 2025 terjadi deflasi secara bulanan sebesar 0,48% month-to-month (mtm), dengan penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 105,99 pada Januari 2025 menjadi 105,48 pada Februari 2025.
“Secara year-on-year (tahunan) juga terjadi deflasi sebesar 0,09% dan secara tahun kalender (year-to-date/ytd) mengalami deflasi sebesar 1,24%,” ujarnya. (SG-1)